Selasa, 24 April 2018

OPINI : PENGKADERAN DI HMI CABANG BAUBAU PERLU REKONSTRUKSI


Foto : La Ode Syafrin (Bakal Calon Ketua Umum HMI Cabang Baubau Periode 2018-2019 M)
La Ode Syafrin (Kabid PPPA HMI Komisariat FKIP Unidayan Baubau Periode 2016-2017 dan kini menjabat sebagai Ketua Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Baubau).



Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) lahir pada 05 Februari 1947 M. Lahir dua tahun setelah bangsa ini di proklamasikan oleh Bung Karno membuat HMI harus terlibat dalam berbagai tantangan dan dinamika bangsa. Agusalim Sitompul (2002) pernah mengungkapkan bahwa pada awal-awal didirikannya, HMI mendapat ujian yang cukup besar dari berbagai elemen yang kala itu menganggap HMI sebagai ancaman. Namun, Alhamdulillah sampai dengan usianya yang genap 72 tahun ini HMI tak juga dibubarkan bahkan berkembang subur dan membuka cabang dihampir seluruh pelosok Indonesia termasuk di Kota Baubau.



HMI Cabang Baubau terbentuk sekitar tahun 1996. Sampai saat ini kami belum menemukan tanggal dan tahun yang pasti tentang terbentuknya cabang ini karena perbedaan cerita dari beberapa alumni yang kami jumpai. Namun, terlepas dari kapan dan siapa yang berinisiatif membuka HMI di Baubau saya sedikit prihatin dengan kondisi kader dilingkup cabang Baubau saat ini. Mulai dari kurangnya budaya membaca yang dimiliki oleh kader hingga tidak pekanya kader terhadap berbagai fenomena sosial yang terjadi disekitar mereka. Padahal jika dipahami, begitu besarnya tanggung menjadi seorang kader HMI demi mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.



Jika kita urai dari awal letak benang merahnya, pola pengkaderan adalah hal yang paling utama untuk dirubah serta menjadi perhatian serius agar hal-hal diatas tidak terjadi. Penyelenggara Bastra dikampus-kampus saat ini terkadang menjadi sales pengedar formulir karena minimnya keinginan mahasiswa untuk berkader. Terkadang kondisi ini dianggap sebagai hal yang umum bagi sebagian organisasi. Padahal sebenarnya, kita hanya kurang kreatif dalam menentukan pola rekrutmen agar menimbulkan daya tarik mahasiswa dan memutuskan untuk bergabung dalam HMI. Selain itu, penyebab fenomena ini adalah tidak seringnya kader-kader HMI ataupun komisariat HMI secara kelembagaan terlibat dalam berbagai kegiatan internal kampus serta membuat kegiatan kreatif dilingkup kampus yang langsung bersentuhan dengan mahasiswa non HMI. Kendala berikutnya adalah banyaknya senior yang menjadi patron di HMI. Saat adik-adik kita selesai mengikuti bastra, komisariat penyelenggara tidak begitu aktif dan rutin melakukan kajian-kajian hingga berimbas pada kemandirian kader-kader untuk mengunjungi senior. Hal ini memang baik, namun terkadang menimbulkan imbas yang negatif dalam diri kader. Penyebab utama terbentuknya kubu-kubuan diinternal HMI adalah imbas dari persoalan ini. Padahal seharusnya antara kader dan senior ataupun antar sesame kader tidak boleh terbentuk sekte atau gerbong karena pada dasarnya di HMI kita berteman lebih dari saudara.



Berdasarkan ulasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perlu adanya rekonstruksi pengkaderan ditubuh HMI Cabang Baubau untuk mengembalikan tradisi intelektual HMI sebagaimana yang pernah diungkapkan Anas Urbaningrum (2009) guna memacu kualitas kader dalam mencapai tujuan HMI. Selain itu, rekonstrukri pengkaderan juga perlu kita lakukan agar meningkatkan kualitas kader secara person guna menarik minat mahasiswa non HMI. HMI harus back to kampus dan mewarnai seluruh perguruan tinggi di Kota Baubau dengan hijau hitamnya.      




Tidak ada komentar:

Posting Komentar